728x90 AdSpace

Latest News

Senin, 04 Juni 2018

ARTIKEL: SENJATA GURU SEKOLAH MINGGU


SENJATA GURU SEKOLAH MINGGU

1. PERGUNAKAN SELALU SENJATA-SENJATA UTAMA!
Seorang guru SM dapat berhasil membawa anak-anak mengenal Tuhan dan menjadikan iman kristiani mereka bertumbuh dan berkembang jika mereka memiliki "peta" lengkap dengan senjata-senjata yang jelas dan sederhana. Senjata-senjata tersebut antara lain:
  • Berdoa
  • Belajar
  • Kerja sama
  • Terfokus
  • Bersemangat
  • Berbagi
  • Menghargai waktu
  • Tidak kaku
  • Mencari domba yang hilang (anak yang belum mengenal Tuhan)
2. JANGAN LUPAKAN SENJATA TAMBAHAN!
Ada senjata tambahan yang memungkinkan para guru SM menentukan langkah agar tidak kehilangan arah. Dari setiap senjata utama pada nomor 1, para guru SM perlu senjata tambahan, antara lain:
  • Merencanakan
  • Mengelola (manage)
  • Mengembangkan
  • Melayani
  • Besrsosialisasi
  • Meningkatkan mutu
3. PERGUNAKANLAH SENJATA SEBANYAK-BANYAKNYA!
Semua senjata yang telah disebutkan penting. Para guru sekolah minggu dianjurkan untuk mempersiapkan dan menggunakan sebanyakn mungkin senjata karena pasti sangat membantu.
4. PAHAMI TERLEBIH DAHULU SEJARAH SM
Sekolah Minggu diadakan pertama kali oleh Robert Raikes. Dia lahir di Inggris pada tanggal 14 September 1735. Ayahnya seorang pekerja percetakan yang berhasil menerbitkan koran pada usia 21 tahun. Pada usia mudanya, Robert Raikes aktif dalam bidang sosial, khususnya menolong mereka yang miskin dan berada dalam penjara. Pada saat itu, sekolah yang tersedia hanya terjangkau oleh mereka yang mampu membayar uang sekolah sehingga anak-anak yang tidak berpendidikan menjadi liar dan melakukan tindakan kejahatan. Anak-anak tersebut kurang mendapat perhatian dari orang tuanya yang harus bekerja enam hari dalam seminggu.

Jadi, waktu yang tersisa untuk anak-anak mereka hanya pada hari Minggu. Berangkat dari kondisi tersebut, Robert Raikes tergugah untuk mengumpulkan anak-anak miskin yang tidak sekolah pada hari Minggu. Ia mengumpulkan mereka di gereja dan mengajarkan membaca dan menulis serta pelajaran agama kepada mereka. Banyak orang yang terrik dan mendukung usahanya. Tiga tahun
kemudian, di berbagai tempat bermunculan Sekolah Minggu lain dengan pola seperti yang dilakukan oleh Robert Raikes.
5. BUATLAH SM YANG SELALU MENARIK!
Ada SM yang kondisinya terus-menerus merosot. Kunci penting untuk mengatasi hal tersebut adalah membuat setiap pertemuan SM menarik dan ditunggu-tunggu oleh anak-anak. Mengapa demikian? Sebab bagi anak-anak, acara anak-anak di televisi atau film, hiburan, dan acara lainnya relatif lebih menarik dibandingkan dengan SM. Jadi, tidak perlu heran kalau mereka lebih suka tidak datang ke pertemuan SM. Untuk membuat SM selalu menarik, buatlah kreativitas baru dalam setiap SM, misalnya panggung boneka, berbagai kreasi, acara-acara khusus seperti lomba, les, dan sebagainya.
6. BERDOALAH SELALU!
Terkadang jumlah anak yang datang ke SM semakin berkurang padahal fasilitas SM sudah baik dan lengkap. Berdoalah, minta kuasa Allah, agar SM Anda menjadi berkat dan menarik melebihi acara apa pun di dunia ini. Bawalah nama anak-anak yang Anda bina ke dalam doa-doa Anda, baik doa kesehatan, perkembangan jasmani dan rohani, sekolah, orang tua, lingkungan, maupun doa pergaulan. Semua permohonan dan doa yang Anda panjatkan akan menyadarkan Anda bahwa tanggung jawab sebagai guru SM tidak hanya berhenti di sepanjang jam kebaktian saja, tetapi juga atas hidup mereka sehan-hari yang tentunya juga mengalahkan berbagai pergumulan yang membutuhkan doa-doa kita.
7. JANGAN MENYAMAKAN SM DENGAN SEKOLAH BIASA
Membahas dan membicarakan pelayanan rohani anak-anak akan selalu dikonotasikan dengan pelayanan anak SM. Kata "sekolah" menciptakan konotasi yang sama antara SM dan sekolah biasa, yaitu tempat anak-anak melakukan aktivitas, kewajiban belajar, dan tugas mereka. Selain itu, konotasi yang sama juga terlihat dengan adanya seorang guru yang sendiri sudah mengajar di depan kelas.

Pada sekolah biasa, konsep pembelajaran cenderung menjadikan anak-anak sebagai objek, misalnya dengan mendiktekan konsep pembinaan kepada anak, atau menyusun program tanpa melibatkan anak-anak. Dengan kata lain, kurang atau tidak menjadikan anak-anak sebagai rekan "sekerja" Meskipun kurikulum yang baru menawarkan konsep pembelajaran yang baru bahwa anak-anak bukanlah objek, melainkan subjek belajar, banyak faktor di luar diri anak yang cenderung menjadikan mereka tetap sebagai objek, bukan subjek. Misalnya, kurangnya pengetahuan dan kreativitas guru dalam menyampaikan materi dengan cara yang menarik, mengena, dan melibatkan anak.

Sementara, SM merupakan sebuah konsep tempat anak-anak cenderung diperlakukan sebagai subjek belajar, bukan objek. Alkitab disampaikan kepada anak-anak bukan secara pasif (didikte atau dibacakan oleh guru di depan kelas) sehingga anak-anak menerima cerita Alkitab sebagai sesuatu yang di luar dirinya. Padahal, Alkitab adalah taman bermain bagi anak-anak, tempat masing-masing anak boleh datang dengan keberadaan mereka masing-masing. Suatu keadaan saat anak-anak dimungkinkan untuk berkembang secara maksimal dan menyatakan perasaan mereka dengan terbuka, mengemukakan apa yang mereka pikirkan. Karena itu, cara penyampaian cerita Alkitab tidak boleh sembarangan. Usahakan untuk selalu melibatkan anak-anak. 

SM digambarkan sebagai suasana di sebuah taman bermain, yaitu tempat anak-anak akan bermain dengan segala macam fasilitas yang tersedia. Peran guru atau pembina adalah membantu atau memberikan pertolongan agar anak-anak dengan penuh semangat dan rasa ingin tahu dapat mencoba dan mengalami serta belajar bermacam-macam hal yang baru.

Anak-anak SM diberikan kebebasan. Bebas yang dimaksud bukanlah bebas tanpa kendali dan bebas melakukan apa saja yang mereka ingin lakukan, melainkan memberi suatu kesempatar kepada setiap anak untuk mengenal tiap-tiap bagian dari Alkitab. Guru membantu memperkenalkan bagian-bagian itu kepada anak-anak secara bertahap, agar mereka dapat bertumbuh menjadi seorang dewasa yang mendasarkan kehidupannya pada kebenaran yang disaksikan melalui Alkitab.

Usahakan kegiatan yang berkonsep "dari anak untuk anak" sehingga mereka lebih mudah menyesuaikan diri dan merasa diterima dalam persekutuan Yesus Kristus. Dengan melibatkan anak, guru akan menjadi lebih akrab dengan anak dan menjadi bagian dari hidup mereka seolah-olah sedang bermain bersama di taman bermain. Anak-anak akan dibawa berayun-ayun dengan pujian dan diperkenalkan secara aktif pada pema haman kasih, pengampunan dosa, makna kematian Yesus di kayu salib, penebusan, dan sebagainya.

Dalam SM, setiap anak yang belum mengenal Tuhan Yesus mempunyai hak yang dalam mendapatkan kesempatan untuk mengenal Tuhan Yesus dan berita keselamatan-Nya. Seperti halnya perhatian dan pelayanan yang diberikan kepada orang dewasa.

Secara fisik suasana "sekolah biasa" akan terlihat berbeda dengan "Sekolah Minggu". Di sekolah biasa, anak duduk dalam formasi tertentu di sebuah kelas dengan dipimpin oleh seorang guru. Sementara, di SM mereka dibiarkan duduk tanpa kursi atau diberikan kebebasan untuk duduk di mana saja sambil menikmati arena tempat belajar yang penuh dengan warna-warni dekorasi serta properti untuk anak. Dengan suasana yang lebih 'santai dan lebih 'friendly' tersebut, anak-anak diharapkan dapat belajar lebih optimal.
8. JANGAN BANDINGKAN SM DENGAN ACARA-ACARA TELEVISI, FILM, ATAU ACARA LAINNYA!
Bagi sebagian besar anak, acara televisi, film, atau acara lainnya memang lebih menarik daripada SM. Jadi, jangan berharap acara sekolah minggu dapat bersaing dengan acara-acara televisi karena pasti akan kalah menarik. Namun, bukan tujuan guru SM untuk sekadar mengalahkan acara televisi karena kita tidak boleh menutup mata bahwa dalam beberapa aspek pendidikan, acara-acara tersebut juga penting bagi mereka. Tugas kitalah untuk memberi pengertian bagi mereka bahwa Sekolah Minggu memang bukan sekadar tempat hiburan dan bermain karena ibadah jelas bukan acara hiburan. Di SM anak bisa merasakan suasana ibadah/kebaktian
yang mengisi rohani mereka.
9. JADIKAN SM MENARIK!
Acara SM akan menarik jika keseluruharn liturginya menarik dan disertai dengan sistem pembinaan yang terencana dengan baik yang penting, kita harus tetap berusaha keras bersabar, dan bertekun dalam pelayanan.

Guru-guru SM wajib mengetahui detail liturgi dan acara yang dilaksanakan pada setiap minggunya. Hal ini akan sangat membantu guru untuk bisa merencanakan acara dengan lebih baik. Kadang-kadang, pujian tidak dipersiapkan dengan baik, yang penting asal menyanyi saja. Pujian yang dipersiapkan dengan matang tidak kalah pentingnya dengan kebaktian. Selain mendukung cerita, pujian dapat memberikan pengajaran Kristen yang mudah diingat oleh anak-anak. Dalam keadaan takut, banyak persoalan, atau dalam keadaan sakit, sedih, dan duka syair lagu pujian yang mereka kenal akan menjadi salah satu senjata rohani yang sangat ampuh.

Garis besar liturgi anak SM biasanya sbb:
  • Pembukaan ( Gerak badan dengan pujian Doa pembukaan.
  • Puji-pujian
  • Persembahan
  • Pujian persiapan cerita /Firman
  • Penyampaian firman (dengan alat bantu visual atau tidak)
  • Doa Firman
  • Pujian
  • Penutup

Liturgi dan alur SM dikatakan berhasil jika dapat membuat suasana yang "bersemangat", menarik, dan terasa "akrab dan hidup". Dalam setiap kegiatan SM, guru harus mampu membawa anak mendalami/menghayati isi lagu dan firman Tuhan, dan membuat anak merasa " bertemu " dengan Allah.
10. INGATLAH BAHWA SELALU ADA DINAMIKA PELAYANAN!
Kita mungkin sering menjumpai anak-anak SM yang kita bina tidak pernah (hanya sedikit) yang menjadi kaum muda di Gereja. Itulah dinamika pelayanan. Tugas kita sebagai guru SM adalah bertanggung jawab memperkenalkan anak kepada Yesus Kristus dan memberikan dukungan yang dibutuhkan dalam perkembangan iman Kristiani mereka. Setelah remaja (dewasa), banyak dari mereka yang berdiaspora. Jadi, tidak perlu dirisaukan.
11. PERHATIKAN KEMAJUAN ATAU PERTUMBUHAN SM!
Ada beberapa SM yang merasa belum mengalami kemajuan atau pertumbuhan padahal training guru SM, bahkan camp anak, KKR anak, dan berbagai acara untuk anak juga telah diadakan. Jika demikian, kunci pentingnya harus dibenahi terlebih dahulu, yaitu membuat pertemuan SM menjadi acara yang menarik dan ditunggu oleh anak-anak. Namun, jangan lupa untuk selalu menghadirkan hadirat Allah.
12. BERKOMUNIKASILAH DENGAN ANAK!
Berkomunikasi dengan anak merupakan hal yang sangat penting dalam proses belajar-mengajar di SM. Untuk anak tertentu yang sudalah mempunyai telepon, akan sangat bermanfaat jika guru dapat menjalin hubungan melalui telepon. Lakukan kontak minimal satu kali sebulan. Carilah tahu melalui telepon atau bertanya tentang anak-anak yang tidak hadir dalam SM.
13. SM MEMEGANG PERANAN PENTING MEMPERKENALKAN ANAK PADA YESUS KRISTUS!
SM memang memegang peranan penting dalam menyampaikan pendidikan kristiani kepada anak-anak. Namun, pemahaman ini tidak pernah dipermasalahkan lebih serius karena dalam kenyataannya gereja dengan didukung berbagai pihak telah mengadakan kegiatan pembinaan dengan tujuan untuk menolong anak-anak. Hal ini terlihat melalui penyediaan berbagai buku, doa-doa, cerita kitab suci, komik Alkitab, dan bahan-bahan kurikulum Sekolah Minggu. Duku, doa doa, cerita kitab suci, komik Alkitab, dan bahan-bahan kurikulum Sekolah Minggu.

Suasana komunikasi antara guru SM dan anak-anak sering digambarkan sebagai suasana di sebuah taman bermain, yaitu tempat anak-anak bebas bermain dengan segala fasilitas permainan yang tersedia. Alkitab disampaikan kepada anak-anak bukan secara pasif yang membuat anak-anak menerima cerita Alkitab sebagai sesuatu yang ada di luar dirinya. Namun Alkitab adalah "taman bermain" bagi anak-anak, tempat setiap anak boleh datang dengan keberadaan mereka masing-masing. Suatu keadaan saat anak-anak dimungkinkan untuk berkembang secara maksimal dan menyatakan perasaan mereka dengan terbuka, serta mengemukakan pemikiran mereka. Dan perlu disadari, bebas yang dimaksud tidaklah berarti anak-anak itu bebas tanpa kendali dan bebas melakukan apa saja yang mereka mau lakukan.

ARTIKEL: SENJATA GURU SEKOLAH MINGGU
  • Blogger Comments
  • Facebook Comments

0 komentar:

Posting Komentar

Top